Minggu, 25 Oktober 2015

Sand Production Management


Sand production management adalah usaha untuk mengurangi resiko bahaya produksi pasir dari reservoir sumur terhadap fasilitas produksi (piping, pipeline, separator, dll) yang berupa pengikisan (erosion) maupun korosi (erosion corrosion)

Meliputi:

  • Persyaratan minimum sehubungan dengan pasir,
  • Metode yang akan diterapkan
  • Tanggung jawab masing-masing tugas (produksi, drilling, well intervention, reservoir, inspeksi)
Berkenaan dengan produksi pasir dari sumur minyak dan gas, tidak berlaku pada sumur air.
Pemimpin dan penanggung jawab adalah bagian produksi

 

TUJUAN & CAKUPAN

Mengelola secara efisien semua aspek yang berhubungan dengan produksi pasir dari sumur-sumur yang memungkinkan produksi tetap berjalan terus secara aman.

Mencakup sebagai berikut:

  1. Sand Prediction Study
  2. Sand Control Design
  3. Sand Risk Assessment
  4. Ramp-Up and Ramp-Down Procedure
  5. Surface Facilities Requirements
  6. Surface Monitoring
  7. Sand Cleaning and Removal
  8. Sand Waste Management

Keterlibatan bagian korosi (inspeksi) ada pada surface facilities requirement, monitoring system dan sand cleaning and removal.

 

SURFACE FACILITIES REQUIREMENT

Dari sekian banyak persyaratan fasilitas permukaan, bagian inspeksi terlibat hanya pada persyaratan kebutuhan akan:

  1. Peralatan keselamatan,

Alat otomatis yang memicu pemadaman local (local shutdown).

Alat ini berupa “safety system device” yang dihubungkan ke ESD untuk mendeteksi penipisan sebelum kebocoran terjadi

Berupa Sacrificial sand probe linked to shut down system

  1. Sistem pemantauan (monitoring), berupa:

Fixed Acoustic Sand Detection Tool: memantau (& menghitung) produksi pasir secara real time

Erosion Monitoring Devices: memantau “thinning rate” karena produksi pasir, seperti High sensitivity ER probe, corrosion coupon, ER probe

 

Pemasangan

Urutan pemasangan alat-alat ini (sand probe, erosion probe dan acoustic sand detection) adalah sebagai berikut


Sand Probe:


Alat untuk memonitor produksi pasir.
Berfungsi pula sebagai shut down system (safety device) yangmemiliki cara kerja pneumatic
Dipasang setelah wellhead choke, terkadang pada downstream elbow pertama
Dihubungkan dengan system shutdown dipasang setelah wellhead choke dengan cara maksimum sampai 10 x diameter pipa


Selanjutnya erosion probe (ER probe) dipasang setelah san probe dengan jarak dari sand probe adalah minimum 1 x diameter pipa

Pemasangan acoustic sand detector dilakukan setelah “T shape elbow” dengan jarak minimum 2 x diameter pipa.
Lebih jelasnya, penempatan ketiga alat tersebut  adalah sebagai berikut:
 
 
 


SURFACE MONITORING SYSTEM

Tujuan:
  • Mendeteksi produksi pasir
  • Pendeteksi dini kegagalan down-hole sand control
  • Mengantisipasi peningkatan kerusakan erosi karena produksi pasir.
Tindakan tepat pada waktunya dilakukan untuk meminimalkan atau menghindari resiko kebocoran gas.
 

Perhatian:
  • Ketepatan atau keakuratan alat
  • Kompetensi orang (qualified dan memiliki kompetensi minimum yang direview secara berkala oleh bagian yang berwenang.

Pemantauan kecepatan produksi pasir (& kuantitinya):

Dilakukan dengan menggunakan Acoustic Sand Detection (ASD).
Bergantung ketersediaan data, ASD ini dapat berupa:

·         Fixed ASD untuk real-time monitoring, mampu memantau perubahan kecepatan pasir (sand rate evolution) dalam 24 jam melalui control room. Jenis ini adalah minimum persyaratan untuk fasilitas OFFSHORE.

·         Portable ASD untuk on-line monitoring selama durasi waktu tertentu (sekira 6 hours) dan analisa akan dibuat hanya untuk periode tersebut.

·         Semi permanent ASD untuk off-line monitoring. Semua data disimpan di memori dengan kemampuan daya tahan batere 2 minggu.

 

Thinning rate monitoring

Menggunakan salah satu cara dibawah ini:

  • Erosion Probes menyediakan informasi mengenai pengurangan ketebalan pada probe yang disisipkan kedalam pipa.

Tipe intrusive

Merk CEION

  • UT Mat yang mana dipasang di extrado of elbow dan direkam sisa ketebalan (remaining thickness) sensor yang dipasang dengan frekuensi tertentu.

Tipe non-intrusive

  • Manual UT inspection dengan memfokuskan pada titik kritis dengan pertimbangan efek hydrodynamics (seperti pada reducer, elbow, tee….).

Tipe non-intrusive

  • Radiography inspection bila diperlukan, berdasarkan rekomendasi dari Inspection Authority

Visual Choke Inspection

Disebut juga dengan  “check choke”

Cara lainnya:

  • Penggunaan “flow gradient” yang dapat memberikan “peringatan” mengenai anomaly dari sumur yang dimonitor. Flow gradient ini hanya dapat diterapkan pada sumur yang dilengkapi dengan telemetri dan terhubung ke PI.
  • Unutk Oil Wells: menggunakan cara “Manual Sampling” untuk memverifikasi bukti adanya pasir dan sebagai referensi untuk pengambilan tindakana selanjutnya.

 SAND CLEANING & REMOVAL

Ada banyak cara, salah satu caranya adalah dengan cleaning pigging pada trunklines dan pipelines, atau flushing untuk pipa-pipa pendek yang tidak bisa dipigging (un-pigable line)

Sand sampling: sand traps, hydrocyclones

Inspection:
  • Monitoring sand accumulation in vessels for sand monitoring,
  • Manual UT measurements for erosion monitoring.
 
 

Corrosion Monitoring


CORROSION MONITORING

Usaha untuk memonitor laju korosi, yaitu menggunakan :

  1. ERP
  2. Corrosion Coupon
  3. LPR

 

  1. ERP (electrical resistance probe)

Diukur tiap 2 minggu

Memonitor korosi dengan cara mengukur perubahan resistensi listrik pada element induksi untuk kemudian dihitung laju korosinya.

Metal konduksi yang terpapar lingkungan korosif akan mengalami perubahan pada daerah permukaannya, yakni konduktivitasnya berkurang dan resistensi listrik (tahanan listriknya) bertambah.

Pembacaannya relative terhadap elemen referensi yang non-korosif yang terdapat di dalam badan probe.

Elemen probe terbuat dari bahan yang sama dengan pipa atau vessel yang akan diukur agar supaya sedekat mungkin simulasinya terhadap lingkungan korosif.

Semakin korosif sifat bahan yang diamati maka ERP semakin sering diganti karena reading mencapai 1000

RDC (Remote Data Collector) digunakan untuk merekam ERP yang jauh (remote area)

CRB (Check Reading Bad) adalah pengecekan bacaan ERP yang jelek

 

  1. Corrosion coupon :

Diukur tiap 6 bulan

 

  1. LPR (Linear Polarization Resistance)

Digunakan pada air (daerah yang banyak mengandung air)

Jumat, 23 Oktober 2015

Well Intervention

Lingkup pekerjaan Well Intervention terdiri dari:


1. Surface Intervention
  • Preventive maintenance Xmas tree and wellhead components to ensure well integrity
  • Corrective maintenance Xmas tree and wellhead components to ensure well integrity
  • Well revival : Offload the well thru testing barge

2. Downhole Intervention
  • Downhole safety valve maintenance to ensure well integrity
  • Maintain field deliverability
– Perforation → New perforation, additional perforation, re-perforation
– Gas lift installation
– ESP installation
– Capillary string installation in gas well

  • Control excessive water production
– Mechanical water shut-off,
– Chemical water shut-off.

  • Control sand production
– Thru-tubing mechanical sand control
– Chemical sand consolidation

  • Maintain full access to well TD
– Scale removal
– Sand washing


Slickline Unit
  • Well Monitoring (SGS, FGS, BPTPBU
  • Memory PLT
  • Tubing investigation (leak detection, gyro survey, MIT)
  • Support LWO (well accessibility, bailing, run dummy tools, LWO preparation)
  • Zone Change / Plugging (Setting plug, closing SSD, Retrieving plug, opening SSD)

  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 




 

Kamis, 22 Oktober 2015

Penggantian Flare Tip tanpa Crane


Flare tip adalah peralatan produksi yang terdiri dari "alloy tube" dengan grade yang tinggi dan digunakan untuk membuang gas sampah. Flare tip dipasang di atas tiang baja (stack) sedemikian rupa sehingga panas pembakarannya serta produk ikutannya tidak membahayakan kehidupan dan barang-barang lainnya di tanah.


Lokasi Flare:

Selain tinggi (diatas 60 meter), letak atau lokasi flare tip harus jauh dari pemukimam (lihat gambar)



Struktur Flare:

Berikut adalah contoh struktur bangunan flare tip



Penggantian Flare Tip

Flare tip diperbaiki (repair) bila terjadi kerusakan atau korosi berat pada struktur atau elemen2 tipnya. Kondisi kerusakan (damage) atau karat (korosi) ditemukan dari hasil inspeksi, seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini.



Untuk mengganti flare tip yang telah rusak maka flare tip tersebut harus diangkat untuk diganti. Untuk itu kita harus memiliki data mengenai flare tip itu sendiri, seperti ukurannya, beratnya dan tinggi lokasi dari tanah. Berikut contoh data flare tip yang hendak diganti/ diangkat.



 Metoda/ Cara Mengganti Flare Tip

Ada 3 cara untuk mengangkat dan mengganti flare tip, yaitu:

  1. Menggunakan Helicopter
  2. Menggunakan Crane
  3. Menggunakan metoda tanpa crane (Craneless Method)

1. Menggunakan Helikopter:


Bila kita ingin mengganti flare tip dengan menggunakan helikopter maka kita harus memperhatikan dan memperhitungkan aspek keselamatan, seperti:



  • Bahaya pengangkatan diatas "lifeline" dan "process facility"
  • Ketergantungan pada "helicopter endurance" untuk mengangkat pada posisi steady
  • Kondisi cuaca
  • Menggunakan teknik terbang "long line" ("Vertical Reference”)
Persyaratan/ kebutuhan:
  • Helikopter harus dalam posisi steady saat penggantian flare tip
  • Pilot selalu memandang vertikal secara langsung ke platform dan ke beban yang dibawa.
  • Durasi penggantian flare tip memakan waktu sekitar 6 - 10 jam, bergantung pada jenis dan jumlah  flare tips.
Bila tidak terpenuhi aspek keselamatan dan kebutuhan operasionalnya maka penggunaan helikopter dalam pengangkatan flare tip tidak direkomendasikan, seperti:
 
  • Susah menjada kestabilan helikopter saat penggantian flare tip dalam jangka waktu yang panjang.
  • Biaya yang tinggi.

2. Menggunakan Crane:

Bila kita ingin mengganti flare tip dengan menggunakan Crane maka kita harus memperhatikan dan memperhitungkan sebagai berikut:

  • "Head room" yang diperlukan dari top of crane’s boom ke tanah (~ 75 m)
  • Minimum "boom length" yang diperlukan (~ 90 m)
  • Minimum ukuran crane dengan boom seperti diatas adalah crane dengan kapasitas 250 ton
Ilustrasi:


Penggunaan crane harus memperhatikan akses jalan menuju ke lokasi flare tip. Jika tidak memungkinkan maka crane tidak boleh digunakan.


3. Menggunakan metoda Tanpa Crane (craneless)

Metode Crane-less adalah metode penggantian flare tip yang dilakukan mengingat keterbatasan akses jalan crane dan waktu atau periode shutdown. Metode ini memerlukan keahlian dan pengalaman yang khusus pada kontraktor pelaksana.

Struktur bangunan Craneless:

Persiapan Lapangan:



Pemasangan Frame dan Lifting Device untuk Flare Tip:


Load test Sistem Alat Pengangkat:


Pengangkatan/ Penurunan Flare Tip yang Lama:

 

Pengangkatan/ Pemasangan Flare Tip yang Baru:

1. Mobilisasi:

2. Slinging


3. Proses pengangkatan:

(progress 10%
(progress 75%)
 
(menurunkan flare tip ke Riser)
 
(Flare tip sudah terpasang)

(Pemasangan Selesai) 

Pemasangan kembali handrail dan baut2:

SELESAI...!!!
 





 





Selasa, 20 Oktober 2015

Chart Datum

Chart datum adalah bidang referensi pengukuran vertikal atau ketinggian atau kedalaman yang digunakan dalam survey hidrografi maupun pekerjaan rekayasa laut. Chart datum sebenarnya datum atau referensi peta (chart) atau pemetaan pada pekerjaan pembuatan peta laut atau survey hidrografi atau survey batimetri. Dalam kenyataan, chart datum atau CD adalah bidang khayal yang diperoleh dari pengukuran ketinggian air (laut terbuka) selama 15 hari atau 30 hari.

Let CD terhadap permukaan laut lainnya:



Corrosion and Corrosion Control Management

Apakah korosi itu?

Menurut ISO 8044, korosi atau karat (metal) adalah interaksi fisika-kimia antara metal (atau alloy) dengan lingkungannya yang membawa pada menurunnya sistem fungsional baik pada metal, berupa metal loss atau crack, maupun lingkungan (kontaminasi).

Definisi lain, Korosi atau karat adalah memburuknya substansi (bahan), biasanya logam, atau sifat2 bahan tersebut (property) akibat reaksi dengan lingkungannya.

Dalam industry minyak dan gas (migas), pekerjaan pemantauan dan pencegahan korosi dibedakan menjadi dua aspek atau lingkupan:

  1. Internal corrosion
  2. External corrosion
Internal corrosion lebih ditujukan kepada pemantauan, pencegahan atau pengendalian korosi di dalam pipa (pipeline atau piping). Sedangkan external corrosion ditujukan pada pencegahan korosi kondisi luar pipa yang dikenal dengan perlindungan katodik atau cathodic protection



Bahaya Korosi pada Industri Minyak dan Gas

Kehadiran atau potensi kerusakan (akibat korosi) dapat mengakibatkan bahaya keselamatan/ lingkungan, hilangnya produksi dan biaya perbaikan pada industri minyak dan gas sebelum berakhirnya masa kerja peralatan tersebut.

Manajemen pengendalian korosi adalah isu kunci untuk memastikan integritas fasilitas produksi dan kesinambungan bisnis migas.


Beberapa definisi penting dalam Korosi:

  1. Weight Loss corrosion:  korosi yang membuat metal kehilangan bobotnya, baik pada permukaannya secara keseluruhan (korosi seragam) maupun pada daerah-daerah tertentu (pitting, crevise, mesa type, korosi galvanik...)
  2. Fluid Corrosiveness: Kapasitas lingkungan (aliran) untuk menghasilkan korosi pada material pada kondisi operasional tertentu, dinyatakan dengan laju korosi (mm/ yr atau mpy)

Diukur dengan menggunakan LPR

Satuannya laju korosi adalah mpy: Singkatan dari mils (1/1000 inch) per year

Kategori laju korosi berdasarkan hasil pengukuran:

o   < 1 mpy                     : low

o   1 – 4 mpy                   : moderate

o   4 – 20 mpy     : high

o   > 20 mpy                   : severe

  1. Corrosion Likelihood: Kemungkinan suatu peralatan untuk bertahan atau gagal hingga akhir servisnya (atau umur bertahan). Ini bergantung tidak hanya pada fluid corrosiveness tapi juga pada evolusi terhadap waktu dan ketebalan yang ada pada peralatan sebelum kebocoran. Biasanya dinyatakan dalam tahun. Beberapa contoh: cracking karena H2S maka kemungkinan umurnya hingga seminggu, karean erosi pasir maka kemungkinan bertahan umur hingga setahun, korosi materia SS dapat bertahan hingga 100 tahun, sedangkan korosi karena H2S dan sulfur atau oksigen dapat menyebabkan peralatan bertahan hingga sebulan hingga setahun.


JENIS-JENIS KOROSI

Korosi disebabkan oleh banyak aspek, namun secara garis besar dapat digolongkan karena 3 hal, yaitu:

  1. Korosi atmosferik
  2. Korosi karena bakteri
  3. Korosi karena kikisan (erosion corrosion)

 

  1. Korosi Karena Bakteri
Penyebabnya adalah Sulfate Reducing Bacteria (SRB) yaitu bakteri yang membentuk SO4 menjadi S yang bila bereaksi dengan H2 akan menjadi H2S (asam sulfat) yang bersifat korosif.

SRB ini adalah bakteri dengan jenis anaerobic atau bakteri yang hidup tanpa oksigen yang bernafas menggunakan sulfate yang ada disekitarnya yang kemudian direduksi menjadi Hydrogen sulphide (H2S).
Pertumbuhan SRB dapat diketahui dengan menggunakan alat yang disebut dengan SaniCheck Test-Kit. Alat ini terdiri dari tabung media.

budidaya (tubes of culture media) yang dikhususkan untuk memunculkan pertumbuhan bakteri anaerobic SRB ini. Selama 5 hari masa inkubasi media ini, jumlah SRB dapat dihitung dan diinterpretasi.

SRB ini menyebabkan korosi yang berbentuk pitting.

SRB dapat beresiko pada lingkungan dengan suhu antara 15 - 60°C, dan Sulfate content > 50 ppm, dengan jenis lingkungan adalah air reservoir dengan kecepatan yang sangat rendah (< 1m/s) dan sifat aliran adalah bertingkat-tingkat/ gelombang hingga stagnan.

Biocide : Cairan kimia untuk membunuh atau mengontrol keberadaan SRB, yang disuntikkan ke dalam pipeline.



CORROSION MANAGEMENT

Corrosion management adalah usaha penilaian, mitigasi (usaha pengurangan tingkat keparahan/intensitas) dan pemantauan korosi, dengan atau tanpa inspeksi, untuk menghasilkan usaha perbaikan atau penggantian.

Secara diagram alir, proses keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut:


CORROSION ASSESMENT

Corrosion assessment adalah usaha untuk menilai:

  1. Sifat korosif
  2. Laju Korosi


CORROSION MITIGATION

Secara garis besar resiko korosi dapat dikurangi dengan cara sebagai berikut:

  1. Menciptakan suatu lingkungan yang dapat menetralisir terjadinya proses korosi. Contoh: pemasangan anode, pemakaian biocide dan corrosion inhibitor
  2. Menggunakan bahan pelapis permukaan yang anti terhadap suatu jenis karat tertentu. Contoh penggunaan coating/ painting
  3. Menggunakan bahan yang tahan karat. Contoh: pemakaian aluminium, stainless steel.

Sedangkan usaha pencegahan korosi secara internal adalah dengan menggunakan:

  1. Corrosion inhibitor
  2. Biocide